Altaliciouss
Segenggam rasa menciptakan nuansa.. Nikmati, tapi jangan ikut tenggelam bersamanya..
Sabtu, 04 Januari 2020
Mau Tidur Nyenyak Di Pesawat? Bisa Kok!
Tips Hemat Berlibur ke Taman Nasional Kepulauan Togean
Jarang Diketahui, Tapi Ini 10 Fakta Menarik Tentang Anjing
Jumat, 29 November 2019
Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Saat Security Check
Rabu, 09 Mei 2018
Tips Mengatasi Takut Naik Pesawat
Alihkan Kecemasan
Minggu, 19 Maret 2017
A Gift To You : My Pisces Guy
Hei, kamu. Selamat ulang tahun ya. Selamat memasuki babak baru dalam sejarah hidupmu.
Waktu aku nulis catatan kecil ini, playlist di laptopku sedang memainkan lagu All Of Me-nya John Legend, yang secara otomatis selalu mengingatkanku padamu. Menyenangkan, sekaligus mengesalkan setiap kali aku mendengar lagu ini. Senang, karena rasanya seperti kamu sedang menyanyikan itu untukku. Kesal karena itu hanya menjadi “seperti”, bukan senyatanya.
Iya, aku nggak jadi melow kok. Aku tahu kamu akan kesal setiap kali aku jadi menye-menye. Lucu ya, kenapa aku masih saja menganggap apa yang kamu nggak suka itu penting. Aku masih merasa bahwa aku harus bisa menjaga diri karenamu. Aku harus bisa lebih bahagia karenamu. Aku harus bisa menunggumu yang selalu berkata “sabar ya, besok juga ketemu”, karenamu. Semua masih tentang kamu, selalu, dan kadang aku membenci itu.
Oh, maaf, harusnya catatan kecil ini adalah tentangmu, bukan tentangku. Tapi, apa yang bisa aku tuliskan tentangmu lagi selain apa yang aku tahu selama ini? Butuh waktu dua tahun, hanya untuk bisa bertemu denganmu sekali saja. Mungkin aku harus menunggu lagi selama empat belas purnama. Padahal kamu bukan Rangga, dan aku bukan cinta. Cerita kita juga jauh dari Ada Apa Dengan Cinta. Mungkin lebih manis, atau lebih tragis. Biar Tuhan saja yang tahu.
Can, ada banyak cerita yang terlewat dariku tentangmu. Tapi tak apa. Asal aku lihat kamu bahagia, aku pasti akan baik-baik saja.
Hei, kamu tahu? Apa yang selalu aku panjatkan pada Tuhan setiap kali aku berdoa? Jangan tertawa, iya aku sekarang suka berdoa. Aku meminta agar suatu saat nanti bisa menyaksikanmu memainkan gitar lagi di atas panggung. Aku berharap ada di belakang panggung saja. Tentunya aku akan kesusahan kalau harus membaur dengan para pasukan babi itu ahahahha... melihatmu dari belakang panggung. Menunggumu selesai bermain. Menawarkan handuk padamu, menyeka keringatmu, kemudian kita tertawa, menertawakan apa saja.
Aku memang anggota klan utopis sejati.
Tapi tak apa. Bukankah manusia bisa hidup karena ada harapan-harapan. Dan harapanku adalah bisa bersamamu. Menjadi teman, menjadi sahabat baik, menjadi belahan jiwa yang selalu bisa menerima cerita, menumpulkan air mata, dan menyediakan bahu jika salah satu sedang lemah dan terluka. Itu saja. Terlampau jauh jika harus sehidup semati. Aku lebih memilih untuk bisa mengawal bahagia dan sedihmu saja. Walau nggak harus selamanya ada di sisimu.
Seringkali aku bertanya, apakah kamu berubah? Apakah kamu masih orang yang sama seperti empat tahun yang lalu? Akan sangat bodoh jika aku menepikan jawaban bahwa kamu sudah berubah. Lagipula kita semua berubah, bukan? Aku berubah, kamu berubah, kehidupan kita berubah. Walau aku masih menyertakan harap, bahwa masih ada ruang kecil dalam hatimu untuk seorang macan kecil sepertiku.
Kesibukan memang obat paling ampuh membunuh perasaan. Kamu yang penuh dengan waktu-waktu yang padat, aku dengan pikiran-pikiran yang sesak. Kapan kita bertemu? Dalam doa, tentu saja.
Can, selamat ulang tahun.
Aku nggak tahu, akan bermakna apa catatan kecil ini saat kamu membacanya. Tenang, aku nggak menulis ini buat nagih janji tentang Lekker Gajahan, maccaroon, atau janji “kamu bisa andelin aku kok” itu. Aku sudah bisa merelakannya. Kamu ingat aku pernah bilang, “orang yang paling sering berjanji, akan paling banyak mengingkari”. Bukan kamu saja, aku juga. Kita semua begitu.
Can, semoga tahun-tahunmu ke depan akan penuh dengan kelimpahan. Salah satunya adalah waktu. Aku berdoa, Tuhan akan mengaruniakan padamu waktu yang berlimpah. Bukan untukku. Tapi untukmu sendiri. Sehingga kamu bisa menikmati cinta dari orang-orang yang kamu sayangi tanpa harus tersita dengan semua pekerjaan yang menjemukan dan menuntut tanggung jawab itu. Juga waktu agar kamu bisa lebih menikmati bahagiamu.
Selalulah sehat, Can. Kalau kamu flu, janganlah minum obat melebihi dosis seperti biasanya. Badanmu nggak bisa selamanya menanggung beban obat-obatan berlebih begitu. Istirahatlah, Can. Bukan Cuma raga, tapi juga jiwa. Bahagialah, sekali lagi.
Wah, aku sudah mirip emak-emak. Begitulah, usia memang nggak bisa bohong ya? Tertawalah, untuk kali ini. Aku suka mendengar suara tawamu. Juga leluconmu yang seringkali nggak lucu itu. Aku tertawa, semata karena bahagia. Karena itu leluconmu. Karena itu adalah kalimatmu. Karena ada kamu. Begitu.
Can, maaf. Aku belum sempat memberimu kue lemon. Mungkin besok atau lusa. Atau beberapa waktu lagi yang nggak kita tahu pastinya. Tapi pasti, aku akan membuatnya dengan tanganku sendiri. Agar kamu tahu bahwa masih ada aku, yang mau mendengarkan semua yang menjadi inginmu, harapanmu, dan berusaha mewujudkannya, walau nggak semua.
Baiklah, Can. Sambil menunggu untuk bisa menjadi teman berbincangmu lagi. Aku akan terus memanjatkan doa. Menyampaikannya pada Tuhan dan semesta. Saat kita bertemu lagi nanti, aku percaya, kita berdua akan lebih dari baik-baik saja.
Sabtu, 21 Januari 2017
From Hi To Good Bye
Blenkceque! Tema hari ini beneran membuat saya harus menyiapkan tisu terlebih dahulu. Apalagi waktu lagi nulis ini, cuaca di luar lagi gerimis manja dengan mendung pekat yang berarakan seperti mengajak tawuran. Sungguh!
Kalau diingat, pertemuan pertama saya dengan dia, yang kemudian saya panggil dengan Can, kepanjangan dari Macan, berawal dari pesan singkat di bbm. Klasik ya? Begitulah. Karena kebetulan receh seperti itulah kemudian saya bisa menikmati adegan-adegan mainstream picisan di ftv yang dulu selalu sukses membuat saya mencibir dan mengganti saluran.
“Ini Ririn ya? Ya ampun kamu beda banget sekarang?”
Sebuah pertanyaan umum yang bakalan dilontarkan oleh semua teman masa kecil yang melihat perubahan saya. Lha memangnya saya dulu bagaimana? Tenang, saya bahas di postingan berikutnya ya. Including several beauty hacks. Oke, balik ke pembahasan sebelumnya. Bisa tebak apa yang terjadi selanjutnya, kan? Yap, saya ditinggal tidur. Percakapan kami setiap hari memang selalu berlangsung sampe hampir dini hari dan saya yang adalah keluarga dari batgirl selalu memenangkan pertarungan adu melek ini.
Saya selalu mampu tertawa dengan semua leluconnya yang sebenarnya sangat nggak lucu. Kemampuannya melucu yang nggak lucu itu membuatnya jadi lucu. Ribet ya? Iya, kisah cinta kami juga seribet itu. Sebetulnya niat awal adalah pengin membalas “kesombongan”nya yang nggak pernah melihat saya ada. Padahal kami satu sekolah, juga satu gedung waktu kuliah walau beda jurusan, tapi kami serasa adalah orang asing yang akan salah tingkah jika nggak sengaja bertatapan mata.
Obrolan demi obrolan selalu menjadi hal yang nggak pernah kami lewatkan. Saya sering mengiriminya puisi, yang saat sekarang saya ingat lagi bisa membangkitkan rasa geli. Dia pernah mengirimi saya rekaman audio waktu menyanyikan sebuah lagu sambil bermain gitar. Juga bertukar foto dengan pose-pose memalukan. Saya masih ingat betul foto jadulnya dengan rambut ala kangen band. Sumpah itu mengerikan dan menggelikan sampai saya mau mati kaku saking geli dan nggak bisa berhenti tertawa.
Selama dua bulan kami hanya intens ngobrol di bbm, karena kami beda kota, jadi nggak bisa seenaknya bertemu. Pertemuan langsung pertama kali adalah saat dia mendatangi tempat kerja saya. Sebuah chemistry aneh langsung bisa saya rasakan. Secara, dulu sebelum akrab di bbm, saya ingat betul, kami pernah bertemu muka langsung di sebuah mall dan kami nggak pernah mau saling sapa. Entah malu, entah lupa, entah karena nggak mau tahu juga. Tapi saat setelah sapaan hai itu, kami bisa jadi seperti sahabat yang sudah menghabiskan banyak waktu bersama. Selepasnya bukan hanya ceria, tapi duka juga kami bagi bersama.
Waktu ketemu lagi setelah bertahun lamanya itu ternyata emang membawa banyak perubahan. Dia yang waktu sekolah sangat amat pemalu, bahkan saking pemalunya cuma dipanggil nama oleh gerombolan cewek-cewek bisa membuat wajahnya menjadi kebun tomat, ternyata bisa jadi seorang gitaris band beraliran metal. Saya sempat melihat video manggungnya dan nggak menyangka banget dia bisa berubah juga. Tapi, seberubah-berubahnya seseorang, dia masih tetap punya sifat aslinya dan iya, dia masih sering bersikap malu-malu jika bertemu saya secara langsung.
Lalu apakah kami bersama pada akhirnya? Gaes, lihat judulnya dong. Jawabannya adalah nggak. Perih banget ya? Tapi memang mungkin ini yang terbaik. Walau begitu, kami masih sering tukar kabar, memaknai hai sebagai sebuah kenangan yang walau menyakitkan tapi masih bisa kami gunakan sebagai alas pertemanan. Kami masih bisa saling mendukung, untuk apapun. Somehow, jiwa kami adalah sama.
Kalau ada satu hal yang pengin saya lakukan bersamanya adalah melihatnya manggung lagi. I want to see him on stage. Entahlah, apakah bisa terwujud. Tapi bukankah Tuhan selalu punya kejutan-kejutan?
Akh, sepertinya tulisan ini agak melenceng dari tema tulisan kali ini. Semoga momon #KampusFiksi memakluminya dan saya tahu dia pasti memaafkan. *peluk Momon KF