Selasa, 14 Oktober 2014

Surat Kepada Masa 2

            Aku pernah menuliskan sebuah surat kepadamu waktu itu. Apa kau masih ingat, Masa? Aku tulis dengan penuh harapan di tengah semua ketidakmungkinan. Kala itu aku menulis dengan segala kepongahan bahwa semua akan berakhir baik dan menyenangkan, aku tulis dengan ringan dan tanpa beban. Tapi, aku lupa, Masa, bahwa pada akhirnya memang engkau yang berkuasa.
            Surat pertama. Surat perkenalan yang sebenarnya sudah menjadi sebuah surat ucapan perpisahan. Bukankah dalam isinya kau sudah tahu bahwa akan ada selamat tinggal? Itu yang ada dalam pikiranmu pasti saat ini. Aku tak berkutik. Kamu memang benar, masa. Dari awal waktu aku sudah tahu. Bukankah ini kisah klasik yang akhirnya sudah dapat terbaca bahkan dari episode pertama?
            Masa, tolong sampaikan kepada lelaki penyuka kue lemonku, hatiku hancur walaupun aku berkata aku baik-baik saja. Ketika badai kenangan itu menghantam, hatiku lebam. Aku membenci malam, karena setiap akan tertidur bayangan wajahnya masih setia bergelayut manja di pelupuk mata. Aku lebih membenci pagi, karena saat terbangun kepalaku dihantam kenyataan bahwa semua tak akan sama lagi.
            Masa tolong sampaikan pada lelaki dengan senyum sempurna itu bahwa aku minta maaf. Aku tidak bisa menuliskan sebuah cerita tentang sepasang sepatu yang sangat dia inginkan. Menuliskannya akan butuh sangat banyak tenaga. Tenaga untuk memikirkan apa yang harus aku tulis serta tenaga untuk menjaga agar bendungan dalam manik mataku tidak bergejolak.
            Masa, aku pernah mengalami perpisahan, tapi sakitnya tidak pernah sesakit ini. Kau tau? Pada kehilangan kali ini aku sakit dua kali. Tak perlu aku jelaskan. Memikirkan kalimat tepat untuk menggambarkannya bahkan terasa begitu menyesakkan.
            Masa, mungkin aku juga tidak akan bisa membuat sketsa wajahnya. Aku berjanji akan belajar menggambarkan sosok mengagumkannya. Tetapi dengan demikian, aku harus menghapal setiap detail wajahnya. Lantas, jika ingatan itu sudah melekat, bagaimana caranya agar aku susah ingat?
            Pagi ini aku teringat janji dan kenangan. Racun mematikan.
Ada yang berubah dari playlist-ku. John Legend, Sasha, Yellow Card. Aku minta maaf. Untuk sementara kita tidak bisa berteman. Aku juga tak akan bisa menyantap es krim dengan topping biskuit coklat merk terkenal itu lagi dengan cara yang sama. Ada begitu banyak rasa pahit dalam setiap sendok rasa manisnya. Dan kepada macaroon selamat tinggal. Aku tak akan menyentuhmu.
Aku harus mengucapkan selamat tinggal pada Morin, juga lelaki kembar itu. Biarkan mereka hidup dalam kenangan saja. Dan kepada Violet? Aku tetap ingin menjaganya. Suatu saat, ketika kami bertemu, aku akan menyunggingkan senyum termanisku. Dia, kesayangan. Hilang? Tak akan!
Aku ingin marah, Masa. Karena aku yang kau pilih untuk menjadi yang dikesampingkan. Menjadi anak tangga yang diinjak agar dia bisa menjadi lebih tinggi. Aku lupa nasihatmu, Masa. Bahwa dia yang menjanjikan bahagia terkadang malah menjadi yang menorehkan luka. Aku tahu, Masa, dia hanya memenuhi janji untuk kerajaan kecilnya, sebuah tanggung jawab sebagai raja. Tapi, kenapa dia tidak bisa memenuhi janjinya juga kepadaku? Lalu siapakah aku?
       Aku tahu tidak bisa dan tidak berhak menuntut apa-apa. Karena akulah yang menerima undangan untuk masuk ke dalam lingkaran hidupnya. Memaksakan ruang yang memang sebenarnya tidak ada. Mempercayai janjinya mungkin kesalahan, tetapi aku murid yang baik. Aku akan belajar dari kesalahan. Begitu pula dengan janji untuk tidak saling kehilangan. Untuk ini, biarkan waktu yang menguji.
          Dia pernah memintaku berjanji, Masa. Memberikan izin untuk menggendong buah hatiku kelak walaupun hanya sekali. Entahlah, Masa, apakah aku bisa memenuhinya. Karena berharap berjumpa saja aku tak kuasa, apalagi harus melihatnya dengan kenyataan yang tak serupa mimpi kami bersama.
          Masa, aku masih berharap akan ada pesta perpisahan yang akan bisa kami rayakan berdua. Aku berjanji hanya akan memeluknya sekali. Membiarkan semua luka luruh dalam genangan air mata untuk terakhir kali. Aku akan menggenggam tangannya erat, menciptakan kenangan yang pekat. Aku akan mengingat senyumnya, satu-satunya yang ingin aku pikirkan, agar aku yakin bahwa dia bahagia, dan aku akan belajar baik-baik saja.
        Ketika sudah habis waktu dalam kehidupan ini, Masa, bolehkah aku meminta? Izinkan kami saling menemukan dan tak akan terlepaskan sebelum yang lain memisahkan dalam kehidupan yang akan datang. Dahulukan aku mengenalinya dan pun dia demikian. Masa, biarlah kini aku hidupkan kenangan dengan setiap nyala api yang siap memberangus hatiku. Aku hanya bisa mencintainya demikian. Tanpa tanda tanya. 
         Cinta memberikan sayap. Aku melepaskan sayapku untuknya. Menghantarkan dia kembali pada pelukan bidadari yang sudah menanti. Aku bahagia? Mungkin nanti. Kini, biarkan aku memetik air mata, memintal senyumku sedikit demi sedikit. Ketika keharusan menjadikanku lemah, ingatkan aku, Masa, bahwa semua akan baik-baik saja. 

 ~I’ll be your sunshine after the rain. When the sky is turning grey, you know that I’m not far away.~