Sabtu, 21 Januari 2017

From Hi To Good Bye

Blenkceque! Tema hari ini beneran membuat saya harus menyiapkan tisu terlebih dahulu. Apalagi waktu lagi nulis ini, cuaca di luar lagi gerimis manja dengan mendung pekat yang berarakan seperti mengajak tawuran. Sungguh!

Kalau diingat, pertemuan pertama saya dengan dia, yang kemudian saya panggil dengan Can, kepanjangan dari Macan, berawal dari pesan singkat di bbm. Klasik ya? Begitulah. Karena kebetulan receh seperti itulah kemudian saya bisa menikmati adegan-adegan mainstream picisan di ftv yang dulu selalu sukses membuat saya mencibir dan mengganti saluran.

“Ini Ririn ya? Ya ampun kamu beda banget sekarang?”

Sebuah pertanyaan umum yang bakalan dilontarkan oleh semua teman masa kecil yang melihat perubahan saya. Lha memangnya saya dulu bagaimana? Tenang, saya bahas di postingan berikutnya ya. Including several beauty hacks. Oke, balik ke pembahasan sebelumnya. Bisa tebak apa yang terjadi selanjutnya, kan? Yap, saya ditinggal tidur. Percakapan kami setiap hari memang selalu berlangsung sampe hampir dini hari dan saya yang adalah keluarga dari batgirl selalu memenangkan pertarungan adu melek ini.

Saya selalu mampu tertawa dengan semua leluconnya yang sebenarnya sangat nggak lucu. Kemampuannya melucu yang nggak lucu itu membuatnya jadi lucu. Ribet ya? Iya, kisah cinta kami juga seribet itu. Sebetulnya niat awal adalah pengin membalas “kesombongan”nya yang nggak pernah melihat saya ada. Padahal kami satu sekolah, juga satu gedung waktu kuliah walau beda jurusan, tapi kami serasa adalah orang asing yang akan salah tingkah jika nggak sengaja bertatapan mata.

Obrolan demi obrolan selalu menjadi hal yang nggak pernah kami lewatkan. Saya sering mengiriminya puisi, yang saat sekarang saya ingat lagi bisa membangkitkan rasa geli. Dia pernah mengirimi saya rekaman audio waktu menyanyikan sebuah lagu sambil bermain gitar. Juga bertukar foto dengan pose-pose memalukan. Saya masih ingat betul foto jadulnya dengan rambut ala kangen band. Sumpah itu mengerikan dan menggelikan sampai saya mau mati kaku saking geli dan nggak bisa berhenti tertawa.

Selama dua bulan kami hanya intens ngobrol di bbm, karena kami beda kota, jadi nggak bisa seenaknya bertemu. Pertemuan langsung pertama kali adalah saat dia mendatangi tempat kerja saya. Sebuah chemistry aneh langsung bisa saya rasakan. Secara, dulu sebelum akrab di bbm, saya ingat betul, kami pernah bertemu muka langsung di sebuah mall dan kami nggak pernah mau saling sapa. Entah malu, entah lupa, entah karena nggak mau tahu juga. Tapi saat setelah sapaan hai itu, kami bisa jadi seperti sahabat yang sudah menghabiskan banyak waktu bersama. Selepasnya bukan hanya ceria, tapi duka juga kami bagi bersama.

Waktu ketemu lagi setelah bertahun lamanya itu ternyata emang membawa banyak perubahan. Dia yang waktu sekolah sangat amat pemalu, bahkan saking pemalunya cuma dipanggil nama oleh gerombolan cewek-cewek bisa membuat wajahnya menjadi kebun tomat, ternyata bisa jadi seorang gitaris band beraliran metal. Saya sempat melihat video manggungnya dan nggak menyangka banget dia bisa berubah juga. Tapi, seberubah-berubahnya seseorang, dia masih tetap punya sifat aslinya dan iya, dia masih sering bersikap malu-malu jika bertemu saya secara langsung.

Lalu apakah kami bersama pada akhirnya? Gaes, lihat judulnya dong. Jawabannya adalah nggak. Perih banget ya? Tapi memang mungkin ini yang terbaik. Walau begitu, kami masih sering tukar kabar, memaknai hai sebagai sebuah kenangan yang walau menyakitkan tapi masih bisa kami gunakan sebagai alas pertemanan. Kami masih bisa saling mendukung, untuk apapun. Somehow, jiwa kami adalah sama.

Kalau ada satu hal yang pengin saya lakukan bersamanya adalah melihatnya manggung lagi. I want to see him on stage. Entahlah, apakah bisa terwujud. Tapi bukankah Tuhan selalu punya kejutan-kejutan?

Akh, sepertinya tulisan ini agak melenceng dari tema tulisan kali ini. Semoga momon #KampusFiksi memakluminya dan saya tahu dia pasti memaafkan. *peluk Momon KF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar